Jembatan
itu dibangun untuk meningkatkan integrasi dan pertumbuhan Delta Sungai
Mutiara (PRD). Kawasan PRD dijuluki sebagai lokomotif ekonomi China.
Pembangunan jembatan diharapkan menghidupkan lagi aktivitas di kawasan
PRD yang lesu akibat krisis ekonomi global itu.
Pusat manufaktur
PRD ini juga menguasai hampir sepertiga dari total ekspor China.
Sekalipun demikian, setelah dilanda krisis keuangan dan ekonomi global,
banyak perusahaan di lingkungan PRD tertekan dan bahkan ada pula yang
gulung tikar.
Belakangan ini muncul desakan untuk meningkatkan
lagi kapasitas PRD sebagai pusat perdagangan, jasa, dan ekspor.
Jembatan diharapkan membawa keuntungan ekonomi substansial bagi wilayah
Guangdong dan kawasan lain masing-masing di China, Hongkong, dan Makau.
Chief
Executive Hongkong Donald Tsang pada saat peluncuran proyek
menjelaskan, pembangunan jembatan akan rampung pada 2015/2016. Panjang
jembatan 50 kilometer, sekitar 23 kilometer di antaranya melintasi
laut. Diharapkan, jembatan ini membawa keuntungan ekonomi yang mampu
menghela kawasan tertinggal di Guangdong barat.
Biaya yang
dianggarkan untuk konstruksi jembatan ialah 73 miliar yuan China, atau
10,7 miliar dollar AS. Hongkong berharap jembatan itu kelak berperan
membawa manfaat ekonomi sekitar 45 miliar dollar Hongkong atau 5,8
miliar dollar AS dalam kurun waktu 20 tahun pertama.
Dalam cetak
biru untuk wilayah itu yang dirilis Januari lalu, badan perencana
ekonomi ternama Beijing mengatakan, PRD bisa menjadi pusat ekonomi
terdepan dunia pada tahun 2010. Namun, sebuah studi mengkritik kajian
itu karena tidak mempertimbangkan rendahnya tingkat daya saing dan
inovasi.
”Dipadu transportasi yang cepat dan nyaman, jasa
keuangan Hongkong, pariwisata, perdagangan, dan logistik dapat membuat
PRD dan daerah sekitarnya lebih baik lagi,” ujar Donald Tsang.
Kalangan pencinta lingkungan, seperti WWF, menentang proyek itu. Konstruksi jembatan dapat merusak ekosistem laut. (REUTERS/XINHUA/CAL)